Sahabat
Terdengar suara sayup –sayup
adzan subuh dari arah masjid, pagi itu, Andi langsung berinjak dari ranjangnya
menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.Kemudian ia membangunkan ayah
dan ibunya, dan mengajaknya untuk sholat subuh berjama’ah di masjid .“Ayah,
Ibu!Ayo bangun, sudah adzan subuh”, kata Andi.Tidak lama kemudian ayah dan ibu
Andi bangun dari tidurnya, dan membuka pintu kamarnya. “Sebentar ya nak, kami
ke kamar mandi dulu”, kata Ayah Andi. “Baik Yah, biar Andi tunggu di ruang tamu”,
jawab Andi.Sambil menunggu kedua orangtuanya kembali dari kamar mandi, Andi
membaca Al-Qur’an dan berdo’a untuk kebaikan dirinya dan kedua orangtuanya,
baik di dunia maupun di akhirat. “Andi, ayo ke masjid, keburu siang nanti”,
kata Ibu Andi. “Baik Bu”, jawab Andi.Sampai di masjid, mereka masuk ke barisan
sholat.
Setelah selesai sholat,
mereka berdo’a dengan khusyuk.Kemudian kembali pulang ke rumah.Saat perjalanan
pulang ke rumah, Andi bertemu dengansahabatnya, “hai Ndi….!”Sahut Gilang
menghampiri Andi. “Ayah sama Ibu duluan saja pulang ke rumah, soalnya aku mau
bertemu dengan Gilang, teman sekelasku, mungkin dia mau berbicara denganku”,
kata Andi. “Baiklah nak, tapi jangan lama-lama, nanti kamu terlambat berangkat
ke sekolah, kata Ayah Andi. “Siap Yah!”, kata Andi. “Hai Andi, bagaimana kabar
kamu ?” Kata Gilang. “Baik,ada apa ?Sepertinya penting sekali”, jawab Andi
dengan keheranan. “Begini An, aku lupa belum mengerjakan tugas matematika, kamu
mau tidak, nanti mengajariku bagaimana menyelasaikan tugasku di sekolahan ?”
Kata Gilang dengan penuh harapan. “Aku sih mau aja, tapi bagaimana kamu bisa lupa
mengerjakan tugas matematika, bukankah matematika adalah mapel yang kamu
senangi”, jawab Andi sambil bergurau. “Wah!Kamu ini An…bercanda aja, memang matematia
adalah mapel yang aku senangi, sampai senangnya nggak bisa
mengerjakan.Sebenarnya bukan itu An…alasannya, tetapi kemarin aku pulang
sekolah ada rapat OSIS sampai petang untuk persiapan acara perpisahan kakak
kelas.Sampai rumah sudah malam dan kecapekan, lalu aku memutuskan untuk tidur
dan tau-tau bangun sudah jam 5 pagi.Aku baru menata jadwal tadi pagi dan
membuka buku matematika ternyata ada tugas, dan baru aku kerjakan lima nomor,
masih ada lima nomor lagi yang belum aku kerjakan.Jadi aku memohon sekali
kepadamu untuk mengajariku menyelesaikan tugas tersebut.”Jawab Gilang dengan
panjang lebar menerangkan alasan tersebut. “Ya ampun Lang, kamu ini seperti
bicara sama siapa aja, kan aku ini sahabatmu, ya sudah, nanti aku
ajarin.Eh……Lang sudah jam setengah enam kurang sepuluh menit nih,sampai jumpa
di sekolah nanti ya”, kata Andi. “Ya An…terima kasih”, kata Gilang. “Sama-sama
Lang”, jawab Andi sambil pergi pulang ke rumah.
“Tok-tok-tok”, suara pintu
rumah yang diketuk Andi. “Assalamu’alaikum……”, ucap Andi sambil mengetuk pintu.
“Wa’alaikumsalam, jawab Ayah Andi sambil membuka pintu. “Ooo Andi, ayo buruan
mandi, nanti kamu telambat”, kata Ayah Andi. “Baik Yah”,kata Andi.Selesai mandi
dan ganti baju, Andi menuju ke meja makan. “Andi, sini nak duduk, makanannya
sudah siap”, kata Ibu Andi.Setelah selesai makan, Andi langsung memakai sepatu
dan bersiap-siap untuk berangkat sekolah. “Ayah, Ibu, aku berangkat dulu ya,
Assalamu’alaikum…”, kata Andi sambil mencium tangan kedua orangtuanya.
“Wa’alaikumsalam… hati-hati ya nak,belajar yang rajin di sekolah”, pesan kedua
orangtua Andi.
Kemudian Andi langsung
bergegas berangkat ke sekolah dengan mengayuh sepedanya.Tiba-tiba sampai di
perempatan jalan, Andi merasa bahwa sepeda yang ia kayuh terasa berat
sekali.Lalu ia memutuskan untuk berhenti di pinggir jalan, dan tidak disangka
ternyata ban sepedanya bocor.Saat itu, ia sangat cemas,karena waktu yang ia
miliki untuk sampai ke sekolah sangat singkat.Untung saja di sekitar perempatan
jalan ada sebuah bengkel.Sehingga dia bisa meninggalkan sepedanya sementara di
bengkel tersebut.Kemudian dia melanjutkan perjalanan ke sekolah dengan berjalan
kaki.
Tiba di sekolah, dia sangat
bersyukur,karena belum terlambat dan masih memiliki waktu sekitar 20 menit.Andi
langsung berlari menuju ke kelasnya dan menemui Gilang. “Lang, maaf ya, aku
terlambat,karena tadi ban sepedaku bocor”, kata Andi sambil terengah-engah.
“Iya, tidak apa-apa, aku mengerti”, kata Gilang. “Baiklah, aku akan mengajari
tugas matematikamu sekarang, sebelum bel masuk berbunyi”, kata Andi sambil
mengeluarkan buku tugas dari tasnya. “Tapi, kamu masih lelah”, kata Gilang.
“Tidak apa-apa sahabatku”, jawab Andi.Saat Andi sibuk mengajarkan tugas
tersebut pada Gilang,tiba-tiba Dimas dan sekelompok gengnya datang menghampiri Andi
dan Gilang, “Hai anak kerbau!Pergilah dari kursi ini, kursi ini sudah menjadi
singgasanaku!”, bentak Dimas sambil menggebrak meja. “Bagaimana bisa, kursi ini
menjadi singgasanamu, kursi ini milik semua siswa kelas ini,seharusnya kau yang
minggir dari kursi ini, karena Andi dulu yang menempati kursi ini”, lawan
Gilang. “Karena aku anak kepala sekolah sini!”Jawab Dimas. “Tetapi bukankah
telah menjadi kesepakatan bersama, bahwa siapa saja yang lebih dahulu menempati
kursi manapun, maka orang tersebut tidak boleh diusir oleh siapapun”, sahut
Andi. “Sekarang kesepakatan itu telah dihapus!”Kata Dimas. “Siapa yang
menghapus kesepakatan itu ?”Tanya Gilang. “Aku sendiri yang menghapus
kesepakatan tersebut,cepat pindahlah kalian dari kursi ini atau temanku akan menyeret
kalian!”Bentak Dimas.“Baiklah, kami akan pindah dari kursi ini”, kata
Andi.Sejak pelajaran dimulai sampai pelajaran berakhir,Dimas tidak juga meminta
maaf kepada Andi dan Gilang.
Saat pulang sekolah,Dimas
dan gengnya merencanakan sesuatu, mereka ingin mencelakai Andi dan
Gilang.Tetapi,saat mereka sedang diam-diam merencanakan sesuatu itu, mereka
tidak sadar , bahwa pembicaraan mereka telah didengar oleh Gilang.
“Andi….,tadi aku tidak
sengaja mendengar pembicaraan Dimas dan teman-temannya,mereka ingin mencelakai
kita berdua”, kata Gilang dengan wajah panik. “Jangan su’udzan kamu,itu tidak
baik,bisa saja kamu salah dengar”, kata Andi dengan tenang. “Ya ampun Andi… apa
mungkin, kedua telingaku ini sudah tidak berfungsi lagi?”Kata Gilang dengan
meyakinkan. “Aku tidak bilang begitu sahabatku, tapi kita tidak boleh su’udzan,
lebih baik sekarang kita pulang, langit sudah mendung, keburu hujan nanti, kita
berdo’a saja semoga kita bisa pulang dengan selamat”, kata Andi menasehati
Gilang. “Baiklah sobat”, kata Gilang.
Di tengah perjalanan pulang
ke rumah,mereka asyik berbincang-bincang sambil bersenda gurau.Tiba-tiba hujan
turun dengan deras, untung saja mereka membawa jas hujan, sehingga mereka bisa
tetap melanjutkan perjalanan mereka tanpa basah kuyup.Hujan yang begitu deras
menambah kehangatan bagi mereka berdua,Andi dan Gilang tidak juga berhenti
berbincang-bincang dan bersenda gurau sambil memandang ke langit melihat
indahnya warna-warni pelangi.Tidak lama kemudian, suasana yang hangat berubah
menjadi sangat mencengankan. Disana,
mereka melihat Dimas dan teman-temannya jatuh dari sepeda.Tanpa berfikiran
panjang, Andi langsung menghampiri Dimas dan teman-temannya, lalu menolong
mereka dan membawanya untuk berteduh. “Gilang……cepat bantu aku menyelamatkan
mereka”, jerit Andi kepada Gilang dari kejauhan. Dalam hati Gilang, sebenarnya
dia tidak ingin menolong Dimas dan teman-temannya,tetapi,apa boleh buat, dia
tidak tega melihat Dimas dan teman-temannya yang mengeluh kesakitan.
Saat Dimas dan
teman-temannya telah berteduh,mereka menceritakan semua kejadian
tersebut.Mereka merasa bersalah,karena sebenarnya,jebakan yang ia buat itu,
untuk menjebak Andi dan Gilang. “Apa!Jadi benar yang aku dengar tadi, kalian
ingin mencelakai kami”,kata Gilang dengan nada marah. “Iya Gil…itu memang
benar, yang membuat jebakan untuk mencelakai kalian berdua adalah kami”,kata
Dimas. “Ya sudahlah Gil… kita sebaiknya memaafkan mereka, mereka telah
menyadari kesalahannya dan meminta maaf kepada kita, dan lebih baik kita semua
berdamai,tidak ada musuhan diantara kita”, kata Andi menasehati. “Terima kasih
Andi, kau memang berhati mulia,dan aku akan berjanji tidak akan memusuhi kalian
berdua”, kata Dimas. “Tidak apa-apa Dimas, syukurlah, semuanya damai, dan
memang seharusnya kita bersahabat.Setuju!”
Kata Andi dengan wajah berseri.Sejak peristiwa itulah mereka menjadi sahabat
sejati.
Oleh: Aisyah Aulia Rahma